pementasan
teater “HAH” oleh Komunitas Santri (KOMSAN) STAIN Pontianak
Kemiskinan
merupakan salah satu penyakit sosial ekonomi berlarut-larut yang melanda Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dari ukuran kehidupan modern pada masa kini
orang miskin tidak bisa menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan
kesehatan, dan kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia. Kemiskinan adalah musibah yang
harus dihapuskan dari masyarakat. Sebab konsekuensi kemiskinan adalah kekafiran
yang dianggap sebagai sebuah kejahatan. Maka Islam dengan tegas melarang
seorang muslim berpangku tangan, bermalas-malasan, menyia-nyiakan waktu, atau
melakukan hal-hal yang tidak produktif. Rasulullah saw selalu berdoa agar
terhindar dari kelemahan, kemalasan, kezaliman, dan hutang yang akhirnya
membawa kepada kemiskinan. Ali bin Abi Thalib k. w. berkata, andaikata ada
seekor ular berbisa dan kemiskinan, maka pasti akan saya bunuh (hapus)
kemiskinan dulu.
Komunitas Santri (KOMSAN) STAIN Pontianak dalam rangka Parade
Teater Khatulistiwa 2013 berencana
membawakan naskah yang berjudul “HAH“ karya Putu Wijaya. Sebagaimana
yang diketahui bahwa kegiatan Parade Teater ke-4 ini merupakan even tahunan
komunitas-komunitas teater dan kesenian terbesar di Kalimantan Barat yang di pelopori oleh Forum Masyarakat
Teater (FORMAT) dengan rentang waktu pelaksanaan selama 46 hari terhitung dari
tanggal 02 Maret hingga 15 April 2013 di UPT Taman Budaya Kalbar. kegiatan ini
di ikuti sedikitnya oleh 24 grup teater, baik dari grup teater umum, kampus,
maupun teater pelajar. Naskah “HAH” yang akan KOMSAN bawakan tersebut
akan di sutradarai oleh Totok Satrio Rahardjo yang merupakan murid dari
almarhum W.S Rendra.
“HAH” sendiri merupakan ungkapan ke-terkejutan seseorang atas suatu
keadaan yang tidak lazim. Naskah “HAH” mengungkap sisi lain dari kehidupan
sekelompok manusia ditengah jeratan kemiskinan absolut dimana ‘kemapanan’
materil dijadikan tolak ukur dalam interaksi sosial keseharian. “HAH” itu sendiri bisa juga kita artikan sebagai
kalimat atau ungkapkan sinistis ketika realitas kongkret berbenturan dengan
harapan dan cita-cita luhur kehidupan, bahwasanya himpitan ekonomi yang terjadi
disalah satu keluarga dapat merubah pola fikir dan tujuan hidup keluarga
tersebut, bahkan dapat pula mempengaruhi lingkungannya. Dalam keadaan di-miskinkan
seseorang “HARUS” melakukan apapun demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Naskah “HAH” ditulis oleh Putu Wijaya pada akhir tahun 1980-an
dengan mengambil setting kehidupan keluarga miskin yang tinggal di perkampungan
kumuh, terhimpit oleh keadaan ekonomi yang memprihatinkan membuat keluarga
tersebut mengambil langkah-langkah untuk bertahan hidup. meski harus melanggar
aturan hukum dan kaidah agama. Akibatnya keluarga itu dikucilkan oleh masyarakat
dan lingkungannya. Suatu ketika keluarga tersebut mendapat uang seratus juta
dari hasil perjudian/LOTRE yang dipasangnya, dan sejak saat itu tidak hanya keluarga
mereka yang berubah seketika......
Konflik merupakan esensi dari pementasan teater. Dengan demikian,
teater pada dasarnya merupakan pencerminan dari realitas kehidupan di
masyarakat yang berisi tentang pertentangan-pertentangan baik fisik, psikis
maupun pertentangan ideologis. Bahwasanya pertentangan-pertentangan tersebut
saling membentur sehingga membentuk rangkaian peristiwa yang menjadi padu, dalam
pengertiannya, konflik merupakan salah satu pemicu yang menggerakkan kehidupan sosial
ekonomi masyarakat kearah perubahan menuju keluhuran tradisi dan budaya. Dengan
tetap memperkuat konsep psikoanalisis dan absurdisme, dengan bebekal berbagai
macam referensi maka naskah “HAH” Komunitas Santri pentaskan sesuai dengan
konsepsi kepenulisan ala Putu Wijaya dengan megedepankan teror mental.
yaitu usaha-usaha untuk memberikan pencerahan dengan kejutan, dengan pematahan
atau pembalikan yang tiba-tiba.
“HAH” sendiri menggambarkan
realitas kehidupan yang terjadi di indonesia saat ini, bahwa “status
sosial seseorang sangat ditentukan oleh keberadaan status ekonominya semata”.
Situasi seperti ini tanpa kita sadari merupakan ladang emas bagi tumbuh
suburnya watak individuil, penjilat, korup dan lain sebagainya yang mengancam
keberlangsungan generasi muda Indonesia. Prilaku diskriminatif yang kian merajalela,
kemiskinan kolektif membudaya akibat dari kecilnya akses terhadap berbagai
fasilitas dan ketidak tersediaannya lapangan pekerjaan yang diberikan oleh
pemerintah. Bahwa faktor kemiskinanlah yang menjadi tolak ukur turunnya derajat
seseorang. Hal ini yang mendasari KOMSAN memilih naskah “HAH” untuk di persembahkan
kepada saudara sekalian dalam balutan tontonan dan dialog kebudayaan pada
tanggal 4 dan 5 maret 2013 pukul 19.00 Wib di UPT Taman Budaya Kalbar Jl. A.
Yani Pontianak.